Cermin Keikhlasan Para Salaf ( bagian 6 )

 


Berkata alhasan, " suatu hari aku pernah bersama ibnul mubaarak. Kami mendatangi siqayah ( tempat mengambil air minum ) yang didatangi banyak orang. Lalu Ibnul mubaarak mendekati siqayah tersebut untuk meminumnya. Orang orang tidak mengetahui keberadaan beliau. Maka orang orangpun berdesak desakan sampai mendorong Ibnul Mubaarak. Ketika beliau keluar dari kerumunan, beliau berkata kepadaku, " tidaklah ada kehidupan yang sebenarnya kecuali dalam keadaan seperti ini " yakni ketika kita tidak dikenal dan tidak dihormati 

( Aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 23 )



Dari habib bin Abu Tsabit diriwayatkan bahwa ia menceritakan,  suatu hari Ibnu Mas'ud keluar dari rumah, maka tiba tiba banyak orang yang mengikuti beliau. Beliau lantas bertanya, " apakah kalian membutuhkan sesuatu ? Mereka menjawab " tidak , namun kami hanya ingin berjalan bersama mu . Maka Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka, ' pulanglah kalian ! Sesungguhnya apa yang kalian lakukan itu adalah kehinaan bagi orang yang mengikuti dan fitnah (malapetaka) bagi orang yang diikuti 

( lihat kitab aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 23 )


Suhail pernah ditanya , " apa yang paling berat bagi nafsu ? Beliau menjawab : " ikhlas" , karna pada keikhlasan tidak ada di dalamnya bagian  nafsu sedikitpun 

( Tazkiyatun nufus halaman 17 )


Dikisahkan ada seorang ‘alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia mendapat shalat di shaf kedua. Di dalam benaknya terbersit rasa malu kepada para jama’ah lain yang melihatnya. Maka pada saat itulah, ia menyadari bahwa sebenarnya kesenangan dan ketenangan hatinya ketika shalat di shaf pertama pada hari-hari sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain

( lihat kitab tazkiyatun nufus halaman 15 )



Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak perduli seandainya hilang seluruh penghormatan kepadanya di dalam hati manusia, (ia merasa seperti itu ) agar ia mendapatkan  kebaikan hatinya bersama Allah 'azza wa jalla. Dan dia tidak suka manusia mengetahui amalannya walaupun seberat debu 

( lihat kitab al ikhlash halaman 10 )


Al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah pernah berkata “Siapa saja yang mencari ilmu (syar'i ) karena mengharap negeri akhirat, ia akan mendapatkannya. Dan siapa saja yang mencari ilmu karena mengharap kehidupan dunia, maka kehidupan dunia itulah bagian dari ilmunya.” Imam az-Zuhri (wafat th. 124 H) rahimahullaah berkata, “Maka ilmu itulah bagian dari dunianya.

 ( lihat kitab iqtidhaul 'ilmi al 'amal halaman 66 )


Malik bin dinar pernah berkata, sesungguhnya seorang hamba, jika ia menuntut ilmu untuk diamalkan maka ilmunya aka membuat (hati)nya menjadi luluh dan jika ia menuntut ilmu dengan niat tidak untuk diamalkan, maka ilmu yang ia miliki hanya akan menambah kefasikan atau kebanggaan ( kesombongan ) dalam dirinya

 ( Iqtidhaau ilmi al 'amal halaman 32 )



Abu ‘Abdillah ar-Rudzabari (wafat th. 369 H) rahimahullaah, pernah berkata “Ilmu itu tergantung amal, amal tergantung keikhlasan, dan keikhlasan akan mewariskan pemahaman tentang Allah ‘Azza wa Jalla.” 

( lihat kitab iqtidhaaul 'ilmi al 'amal halaman 32 )


Berkata Ibnul Mubaarak Rahimahullah, " Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat. Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena sebab niat.”

( lihat kitab al ikhlash halaman 23 )

Next Post Previous Post