Kekhawatiran salafus shalih dari tertimpa penyakit ujub

 


Berkata Abu Wahb Al marwadzi :  aku pernah bertanya kepada Ibnul Mubaarak,  apa yang dimaksud dengan sombong ( al kibr) , beliau menjawab: " melecehkan orang lain". Aku lalu bertanya tentang apa itu ujub ?Beliau menjawab, "  Ujub adalah  engkau merasa memiliki sesuatu ( kelebihan) yang tidak dimiliki oleh orang lain. Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih berbahaya daripada ujub bagi orang yang sholat 

(  kitab aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 27 )



Dalam kitab Hilyatul Auliya ' , Abul Asyhab meriwayatkan dari seorang lelaki yang bernama al mutharrif bi Abdillah bahwasanya beliau pernah berkata, " sungguh,  engkau tidur terlelap dimalam hari kemudian  bangun dipagi hari dalam keadaan menyesal lebih aku sukai daripada engkau sholat dimalam hari namun dipagi hari engkau merasa ujub dengan amalmu. Berkata adz dzahabi, " Demi Allah tidak akan beruntung orang orang yang menganggap suci dirinya sendiri dan merasa ujub 

( Aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 27 )


Rasyidin bin sa'd pernah berkata, " al hajjaj bin syaddad pernah menceritakan, " bahwa ia pernah mendengar Ubaid bin Abu Ja'far , seorang ahli hikmah, pernah berkata, "  apabila seseorang sedang berbicara dalam satu majlis, lalu ia merasa hebat (ujub) dalam berbicara, maka hendaklah dia diam. Namun jika dia diam, lalu ia merasa ujub (hebat) ketika ia dalam keadaan diam tersebut, maka hendaklah ia berbicara 

( lihat kitab aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 28 )

Dari ma'mar , dari Ayyub dari nafi' atau yang lainnya, diriwayatkan bahwasanya ada seorang laki laki yang berkata ( memuji) kepada Ibnu Umar, " wahai orang terbaik, atau anak dari orang terbaik". Maka Ibnu Umar langsung menjawab,  ' aku bukanlah orang terbaik, juga bukan anak dari orang terbaik. Namun aku hanyalah hamba Allah yang selalu berharap kepadaNya dan hanya takut kepada Nya. Demi Allah, jika kalian terus menerus bersikap seperti itu kepada seseorang , justru kalian akan membuatnya binasa 

( Aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 27 )



Dari bisyr diriwayatkan bahwa beliau pernah ditanya, " apakah Anda tidak menyampaikan hadits ? Beliau malah  menjawab, " sekarang ini aku sedang bersemangat untuk menyampaikan hadits, dan kalau aku sedang bersemangat  untuk melakukan sesuatu, maka justru aku meninggalkannya. 

( siyar a'lamin nubala' : 10 /470 dalam kitab aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 15 )

Dari fudhail bin 'iyadh, beliau pernah berkata, : wahai orang yang patut di kasihani, kamu sebenarnya adalah orang yang buruk namun kamu menganggap dirimu orang baik, kamu  sebenarnya adalah orang jahil, namun engkau menganggap dirimu berilmu, engkau sebenarnya bakhil ( pelit), namun engkau menganggap dirimu dermawan. Engkau sebenarnya bodoh, namun engkau menganggap dirimu berakal. Umurmu pendek namun angan anganmu panjang. 

Imam adz dzahabi berkata, " DEMI ALLAH, " Sungguh benar apa yang beliau katakan, engkau sebenarnya orang dzhalim, namun engkau merasa dirimu didzhalimi, engkau sebenarnya tukang makan yang haram namun merasa diri wara'. Engkau sebenarnya fasik namun engkau merasa dirimu orang yang adil. Engkau sebenarnya menuntut ilmu untuk mendapatkan dunia namun engkau merasa telah  menuntut ilmu ( syar' ) karna Allah 

( Aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 15 )


Riya' termasuk ke dalam bab mempersekutukan (syirik) Allah dengan makhluk sedangkan 'ujub masuk ke dalam bab mempersekutukan Allah dengan dirinya sendiri. Dan inilah hakikat keadaan orang orang yang sombong. Orang yang yang riya' hakikatnya dia belum merealisasikan firman Allah , " إياك نعبد " ( hanya kepadaMu lah kami menyembah) sedangkan orang yang merasa ujub dengan dirinya sendiri hakikatnya ia belum merealisasikan firman Allah " إياك نستعين" (hanya kepadaMu lah kami meminta pertolongan). Siapa saja yang benar benar merealisasikan firman Allah   إياك نعبد , maka sifat riya' akan hilang dari dirinya dan siapa saja yang benar benar merealisasikan firman Allah   إياك نستعين , maka sifat ujub akan hilang dari dirinya. Dalam hadits yang ma'ruf telah disebutkan, " ada tiga perangai yang akan membinasakan seseorang yakni,  " sifat kikir yang ditiruti, hawa nafsu yang selalu diikuti dan merasa ujub terhadap dirinya sendiri 

( lihat majmu' fataawa jilid 10 halaman  277)

Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, “ jika engkau mengkhawatirkan sikap ujub atas amal perbuatanmu, maka ingatlah keridhaan Allah yang menjadi tujuan amalmu, di alam kenikmatan manakah engkau hendak berlabuh ? dan dari siksa manakah engkau hindarkan dirimu ?. Karena barangsiapa yang mengingat semua itu, semua amalannya akan tampak kecil di matanya

( aina nahnu min akhlaaqi as salaf halaman 28 )


Ibnu Faaris pernah menceritakan dari abul hasan al qaththan rahimahullah, bahwasanya beliau pernah berkata, " aku pernah tertimpa penyakit di mataku. Dan aku meyakini ( menyangka) bahwa aku ditimpa sakit mata dikarenakan aku terlalu banyak berbicara ketika dalam perjalanan . ( maksudnya ).Beliau meyakini ( menyangka) bahwa sakit mata yang menimpa beliau di sebabkan karna beliau menampakkan ( kelebihan ) ilmunya 

( lihat kitaabul ikhlash halaman 47 )


Dari harits bin suwaid, beliau  berkata,  Abdullah pernah  berkata, " seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui tentang diriku sendiri, niscaya kalian akan menaburkan tanah di atas kepalaku." 

( lihat kitab aina nahnu min akhlaaqis salaf halaman 23 )


Seorang yang bernama Muhallab pernah berjalan dengan sombong (bangga/ujub) di depan seorang ulama tabi’in, Malik bin Dinar. Maka Malik bin Dinar bertanya kepadanya, “Tidakkah engkau mengetahui bahwa itu adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah kecuali saat berjalan di antara dua pasukan yang akan bertempur?” Maka Muhallab langsung marah dan balik bertanya (dengan ujub -pent) , “Tahukah kamu siapakah aku ini?”

Malik bin Dinar menjawab:  “Tentu saja aku tahu... awalmu adalah setetes mani yang busuk, akhirmu adalah bangkai yang kotor, dan selama kehidupanmu di antara dua masa tersebut engkau membawa tahi (kotoran) (dalam perutmu).” akhirnya Muhallab pun tertunduk malu dan berkomentar, “Benar, sekarang engkau benar-benar telah mengenalku.”

 (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam An-Nubala’, 5/362-363).


Dari seorang lelaki diriwayatkan bahwa ia menceritakan, " aku pernah melihat bekas kegundahan di wajah Abu Abdillah (Imam Ahmad ) yang kala itu sedang disanjung oleh seseorang . Orang itu berkata kepada beliau, '  Semoga Allah memberimu pahala atas jasamu terhadap islam.' Beliaupun ( imam ahmad) langsung menjawab, ' Justru Allah memberi islam pahala karna jasanya terhadapku. Siapa aku ?? Apa kedudukanku ??

( Aina nahnu min akhlaaqis salaf halaman 24 )

" ... Ketika kami  berada di kufah, Ibnul Mubaarak pernah membacakan kitab tentang manasik haji. Sehingga beliau sampai pada satu hadits yang di dalamnya tercantum tulisan, ' demikian pendapat Abdullah ( ibnul mubaarak), dan demikian pula pendapat kita.' lantas Ibnul mubaarak bertanya, ' Siapa yang menulis bahwa ini dari pendapat saya ? Sang perawi menjawab, ' tentu yang menulisnya adalah orang yang bertugas menulisnya.' Maka Ibnul mubaarak terus saja menggerus tulisan itu dengan tangannya hingga tulisan (yang tercantum nama beliau) menjadi hilang. Beliau lalu berkata, ' Siapa saya ? sehingga nama saya pantas untuk ditulis ? ' " 

( lihat kitab aina nahnu min akhlaaqis salaf halaman 23 )


Dari Abdullah bin al Mubaarak diriwayatkan bahwa beliau pernah menceritakan, " Hamdun bin Ahmad pernah ditanya, ' mengapa ucapan ulama salaf lebih berguna dari ucapan kita ? ' , beliau menjawab, ' karna mereka ( ulama salaf ) berbicara untuk kemuliaan islam, keselamatan jiwa dan untuk mencari keridhoan Ar Rahman ( Allah ). Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri, mencari dunia, dan untuk mencari keridhoan manusia. ' " 

( Lihat kitab aina nahnu min akhlaaqis salaf halaman 15 )

    Next Post Previous Post