Apabila seseorang hamba memperoleh suatu takdir yang tidak disukai, maka ia dapat merenungkannya berdasarkan enam sudut pandang :
(1) sudut pandang tauhid,
bahwasanya Allah lah yang menentukan, menghendaki dan menciptakan takdir tersebut. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendakiNya tidak akan terjadi
(2) sudut pandang keadilan
bahwasanya takdir Allah terhadap hambaNya pasti berlaku dan aturan pemberlakuan hukumNya pun adil
(3) sudut pandang rahmat
bahwa rahmat Allah yang terkandung dalam takdir ini melebihi murka dan amarahNya. Bahkan rahmat-Nya adalah dasar bagi pemberlakuan takdirNya.
(4) sudut pandang hikmah
bahwa hikmah Allah menuntut pemberlakuan takdir tersebut. Allah tidak mentakdirkannya dengan percuma dan tidak menetapkannya dengan sia sia
(5) sudut pandang pujian,
bahwasanya hanya Allah satu satunya yang berhak mendapatkan pujian yang sempurna atas berlakunya takdir tersebut dari sisi manapun kita melihatnya.
(6) sudut pandang ubudiyyah,
bahwasanya dirinya adalah seorang hamba dilihat dari semua sisi. Berlaku atasnya hukum hukum RabbNya dan ketentuan ketentuannya pada hukum kauniyahnya karna ia adalah milik Nya dan hambaNya. Allah berhak menempatkannya dibawah naungan takdirNya sebagaimana Allah berhak membuatnya tunduk pada hukum hukum agamaNya. Dengan demikian ia adalah objek pemberlakuan semua hukum ini
(lihat kitab fawaaidul fawaaid halaman 46-47)
Amalan Hati