Diantara salah satu contoh riya yang sangat tersembunyi dan terselubung

 



Abu hamid pernah mendengar sebuah ungkapan, " siapa saja yang mengikhlashkan niatnya selama empat puluh hari maka akan terpancar hikmah dari hati dan lisannya ", beliau akhirnya berusaha mengikhlashkan niatnya selama 40 hari namun beliau tidak mendapatkan hikmah yang ia cari. Beliau kemudian menyampaikan hal tersebut kepada orang yang berilmu. Orang yang berilmu tersebut berkata kepadanya, 

" sesungguhnya tujuan engkau mengikhlaskan niat adalah untuk mendapatkan hikmah,  itu berarti engkau belum mengikhlaskan niatmu untuk Allah semata."

Dia dikatakan termasuk orang yang tidak ikhlas ( riya-pent) adalah karna  terkadang, tujuan manusia ikhlas adalah untuk mendapatkan ilmu dan hikmah, atau mendapatkan mukasyafah dan ta’tsirat, atau mendapatkan penghormatan dan pujian dari manusia, atau tujuan-tujuan lainnya, dan dia mengetahui bahwasanya hal itu bisa didapatkan dengan ikhlas dan mengharap wajah-Nya, maka jika dia bertujuan untuk mendapatkan hal tersebut dengan ikhlas kepada Allah dan mengarapkan Wajah-Nya, maka ini saling bertentangan; karena orang yang menginginkan sesuatu karena sesuatu yang lain, maka yang kedua itulah yang dituju secara dzatnya, sedangkan yang pertama digunakan karena ia adalah perantara kepadanya.

Maka jika dia ikhlas kepada Allah, dengan tujuan agar menjadi seorang alim, orang pintar, orang yang memiliki hikmah, mukasyafah, tasharrufat, dan yang semisalnya, maka dia berarti tidak ikhlas kepada Allah, akan tetapi dia menjadikan Allah sebagai perantara untuk mendapatkan tujuannya yang rendah tersebut.”


( lihat kitab dar-u ta'aaridhil 'aqli wan naqli jilid 6, halaman 66 -67 oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah )



Seorang mukmin yang melakukan amal sholeh ikhlas karna Allah, dia tidak ingin dan tidak tamak sedikitpun dengan balasan dunia dari amal sholeh tersebut, ia juga tidak menginginkan jabatan dunia dari amal sholih itu, akan tetapi dia ingin agar Allah segera membalas amal sholihnya di dunia, seperti dia ingin agar Allah menyembuhkan penyakitnya, agar Allah menghindarkannya dari penyakit Ain dan ia juga ingin agar Allah menghindarkan dirinya dari musuh. Jika niatnya beramal sholeh dengan niat diatas maka ini adalah niat yang jelek (buruk) maka amal sholehnya termasuk ke dalam ancaman Allah dalam al quran ," barangsiapa yang menginginkan dunia dan perhiasannya ( dengan amal shalihnya), kami akan sempurnakan balasan amalannya didunia dan di dunia mereka tidak dirugikan ( surat hud 15 ) Kewajiban seorang mukmin adalah dia beramal sholih hanya mengharapkan pahala akhirat. Yang ia harapkan harusnya lebih tinggi dari dunia, dan  hasrat seorang mukmin itu tinggi.


Jika ia beramal sholeh hanya untuk mengharapkan pahala akhirat, maka Allah lah yang akan membantunya untuk menyelesaikan urusan dunia dan akan memudahkan urusannya, Allah berfirman , 

Siapa saja yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar kepadanya dan Allah yang akan memberikannya rizki dari arah yang ia tidak sangka sangka . Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Allah lah yang akan mencukupinya ( At  tholaq ayat 2 -3 ) 

( lihat pembahasan selengkapnya dalam kitab i'anatul mustafid bisyarhi kitabi at tauhid halaman 142 -143 oleh syaikh sholih bin fauzan ibnu Abdillah al fauzan )



Berkata Al Imam Ibnul Qayyim  

“Adapun kesyirikan (penyimpangan) dalam niat dan keinginan (manusia) maka itu (ibaratnya seperti) lautan (luas) yang tidak bertepi dan sangat sedikit orang yang selamat dari penyimpangan tersebut. Maka barangsiapa yang menginginkan dengan amal kebaikannya selain wajah Allah, atau meniatkan sesuatu selain untuk mendekatkan diri kepada-Nya, atau selain mencari pahala dari-Nya maka sungguh dia telah berbuat syirik dalam niat dan keinginannya. Sedangkan Ikhlas adalah dengan seorang hamba mengikhlaskan untuk Allah (semata) semua ucapan, perbuatan, keinginan dan niatnya”... 

(lihat kitab ad da' wad dawa' halaman 312 - 313 ).

    Next Post Previous Post