Hakikat Keikhlasan
Ikhlas itu adalah suatu (amalan) yang tidak diketahui oleh malaikat hingga ia mencatatnya, tidak juga diketahui oleh musuh sehingga ia bisa merusaknya, dan pelakunya tidak merasa ujub dengan (amalan) nya sehingga membatalkannya
( Kitab al fawaaid halaman 144)
Berkata al imam ibnul qayyim : Keikhlasan tidak akan bisa bersatu dengan sifat senang dipuji, disanjung dan tamak terhadap milik orang lain. (Kedua hal tersebut tidak akan pernah bersatu dalam hati seseorang) melainkan seperti bersatunya air dengan api, atau dhob (sejenis biawak) dengan ikan. Apabila jiwa anda berbisik berbisik kepada anda agar mampu ikhlas, maka datangilah sifat tamak terlebih dahulu, lalu sembelihlah sifat tersebut dengan pisau menerima apa adanya (tidak serakah). Berikutnya, lihatlah sifat ingin dipuji dan disanjung yang anda miliki, kemudian berpalinglah dari keduanya, sebagaimana orang-orang yang berpaling dari dunia karna mencintai akhirat. (Apabila anda telah melakukan semua itu), maka akan mudah bagimu untuk ikhlas ( lihat kitab al fawaaid halaman 219)
.. Senanglah anda terhadap pujian dari Dzat yang sanjunganNya mengandung semua kebaikan dan celaanNya mengandung semua keburukan ( yakni Allah). Sungguh, yang demikian itu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kesabaran dan keyakinan. Jika kesabaran dan keyakinan anda hilang, maka anda seperti orang yang hendak mengarungi lautan tanpa bahtera, Allah berfirman, " Maka bersabarlah engkau ( muhammad) , sungguh, janji Allah itu benar dan sekali kali jangan sampai orang orang yang tidak meyakini ( kebenaran ayat ayat Allah) menggelisahkanmu ( Al Quran surat ar Ruum :60). Allah juga berfirman :" Dan kami jadikan diantara mereka itu menjadi pemimpin pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat ayat Kami (Al Quran surat As Sajdah : 24)
( Kitab Al Fawaaid halaman 220)
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma pernah berkata, sesungguhnya seseorang akan diberikan (ganjaran dari amal shalihnya) sesuai dengan kadar niatnya.
Berkata abu muhammad Sahl bin Abdullah at-Tasturi rahimahullah, “Orang-orang yang cerdas memandang tentang hakikat ikhlas ternyata mereka tidak menemukan kesimpulan kecuali hal ini; yaitu hendaklah gerakan dan diam yang dilakukan, yang tersembunyi maupun yang tampak, semuanya dipersembahkan untuk Allah ta’ala semata. Tidak dicampuri apa pun; apakah itu kepentingan pribadi, hawa nafsu, maupun perkara dunia. . .”
(Lihat Kitab Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 7-8)
Berkata al imam ibnul qayyim, hakikat ikhlas itu adalah ketika amal sholih seseorang tidak bercampur dengan niat apasaja yang di dalamnya terdapat keinginan ( ambisi) hawa nafsu ( pribadi), seperti, ingin agar amal sholih tersebut terlihat indah di hati hati manusia, atau ingin agar manusia memuji amal sholihnya dan berusaha agar amal sholihnya tidak dicela manusia, atau ingin agar manusia menghormatinya (karna amal sholihnya), atau ingin agar manusia memberikan harta kepadanya, atau ingin agar manusia berkhidmat dan cinta kepadanya, atau ingin agar manusia memenuhi segala kebutuhannya, atau keinginan keinginan lainnya yang merupakan penyakit dan aib yang mengikatnya.Yang jelas bagaimanapun niatnya, intinya, ia menginginkan selain Allah dari amal sholihnya.
Adapun Ikhlas itu adalah ketika niatnya murni hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak ada (kosong dari) campuran apapun. Barangsiapa yang murni tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah itulah ikhlash
( Ta'thiirul anfas halaman 201 )
Para ulama sepakat, seperti imam asy syafi'i, imam Ahmad , ibnu al madiini , abu dawud, daaraquthni , albaihaqiy dan ulama lainnya bahwasanya, niat merupakan seperempat, atau sepertiga atau setengah dari islam
( Ta'thiirul anfaas min hadiitsil ikhlash halaman 26 )
Berkata ya'qub, " orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan kebaikan ( amal sholihnya) seperti ia menyembunyikan keburukan keburukannya. Berkata As Susiy, Ikhlas adalah tidak memandang diri ikhlas . karna siapa saja yang mempersaksikan (kepada manusia) bahwa dirinya adalah orang ikhlas, maka keikhlasannya tersebut masih butuh kepada ikhlas lagi." (Dari) Apa yang telah disebutkan (diatas) terdapat isyarat agar seseorang membersihkan amal sholihnya dari (penyakit) ujub dengan perbuatan. Karna sesungguhnya melihat dan memandang dirinya sudah ikhlas adalah perbuatan ujub. Dan perbuatan (ujub) tersebut merupakan salah satu penyakit (yang merusak amal sholih) . Sedangkan amal yang ikhlas adalah amal yang bersih dari semua penyakit.
( Tazkiyatun nufuus halaman 17 )