Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu dahulu pernah keluar di tengah kegelapan malam, lalu dilihat oleh Thalhah. Umar memasuki sebuah rumah lalu masuk ke rumah lainnya.
Pada keesokan harinya Thalhah pergi kerumah itu, ternyata didalamnya ia mendapati seorang nenek yang buta dan lumpuh. Ia (thalhah) bertanya, “Mengapa orang itu (umar) datang kepadamu?” Nenek itu menjawab, “Ia secara rutin mendatangiku semenjak begini dan begini, untuk mengurusku dan mengeluarkan kotoranku.”
Lalu Thalhah bergumam sendiri, “Celaka kau Thalhah, apakah engkau hendak mencari-cari kesalahan Umar?!”
(Hilyatul Auliya jilid satu halaman 48).
Berkata 'umar bin abdul ' aziz, rahimahullah :
" kami telah mendapati salaf (para pendahulu) , mereka tidak hanya memandang bahwa ibadah itu hanya pada sholat dan puasa saja, namun (ibadah juga) dengan menahan diri dari (merusak) kehormatan manusia. Maka orang yang sholat malam dan puasa di siang hari jika ia tidak menjaga lisannya maka ia akan merugi pada hari kiamat."
(at tamhiid liibni adil bar :17/443)
Fudhail bin 'iyadh pernah ditanya, " apa hakikat " zuhud " itu? Beliau menjawab," merasa puas (cukup) (dengan apa yang ada). Lalu beliau ditanya lagi, lalu apa itu "wara" ? Beliau menjawab, " menjauhkan diri dari apa yang diharamkan (oleh Allah). Beliau ditanya lagi, Apa arti " ibadah"? Beliau menjawab," menunaikan kewajiban " lalu beliau ditanya lagi, apa itu" tawadhdhu'? Beliau menjawab, "tunduk kepada kebenaran."
Kemudian beliau (fudhail bin 'iyadh) melanjutkan, " sikap wara' yang paling berat dilakukan adalah menjaga lidah (dari apa yang diharamkan oleh Allah)
(Lihat kitab aina nahnu min akhlaqi as salaf hal. 126)
"... Berkata adz dzahabi, demikianlah adanya, terkadang kita melihat seseorang yang nampak wara' dalam menjaga makanan, pakaian dan pergaulannya, namun ketika berbicara, ia menyertakan sesuatu pembicaraan yang seharusnya tidak disertakan. Ada kalanya ia berusaha jujur namun kejujurannya tidak sempurna. Terkadang ia betul-betul jujur namun ia memperbagus ucapannya agar dipuji sebagai orang yang fashih. Atau terkadang ia mempertontonkan apa yang terbagus dari ucapannya agar diagung agungkan orang. Demikian juga terkadang ia sengaja diam disaat waktunya bicara, agar ia dipuji (dengan sikap diamnya). Dan obat dari semua itu adalah dengan memutus hubungan dengan semua orang kecuali dengan jamaah kaum muslimin
(lihat Siyar A'lamin nubala :8/434 dalam kitab aina nahnu min akhlaqi as salaf hal. 126-127)